LAPORAN PENDAHULUAN DAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
CHF ( Cronic
Heart Failure )
Disusun Oleh :
WARSONO
P17420208039
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
PURWOKERTO
2010
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sekarang ini masalah
kesehatan merupakan masalah yang sangat penting. Di Negara –negara berkembang
khususnya masalah kesehatan, sekarang menjadi tantangan besar yang harus
dihadapi oleh berbagai Negara di dunia. Dengan semakin meningkatnya ilmu-ilmu
dan teknologi kesehatan diharapkan masalah kesehatan khususnya penyembuhan
penyakit bisa segera ditangani dengan berbagai metode dan seni keperawatan.
Salah
satu jenis penyakit yang merupakan tantangan bagi Negara-negara di dunia baik
Negara berkembang maupun Negara maju dan perlu penanganan khusus yaitu penyakit
gagal jantung kronis ( cronic heart failure ) atau CHF. Gagal jantung kronis merupakan suatu penyakit
yang tidak hanya diderita oleh orang-orang dengan ekonomi rendah, namun justru
kebanyakan diderita oleh orang-orang dengan ekonomi yang menengah keatas.
Gagal jantung adalah
ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan jaringan terhadap nutrien dan oksigen. Mekanisme yang
mendasar tentang gagal jantung termasuk
kerusakan sifat kontraktil dari jantung, yang mengarah pada curah jantung
kurang dari normal. Kondisi umum yang mendasari termasuk aterosklerosis,
hipertensi atrial, dan penyakit inflamasi atau degeneratif otot jantung.
Di
negara – negara berkembang , penyebab tersering adalah penyakit arteri koroner
yang menimbulkan infark miokard dan tidak berfungsinya miokardium
(kardiomiopati iskemik). Penyebab paling sering adalah kardiomiopati alkoholik,
miokarditis viral (termasuk infeksi HIV) dan kardiomiopati dilatasi tanpa
penyebab pasti (kardiomiopati idiopatik). Hipertensi tetap merupakan penyebab
gagal jantung kongestif yang penting. Selain itu penyakit katup jantung juga
merupakan penyebab gagal jantung, namun saat ini agak jarang penyakit katup
jantung menyebabkan gagal jantung. Stenosis aorta masih tetap merupakan penyebab yang sering dan dapat
diperbaiki.
B.
Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan laporan pendahuluan ini
yaitu:
1. Untuk
memenuhi tugas keperawatan kritis dasar di ruang IGD RS Wijaya Kusuma
Purwokerto.
2. Sebagai
laporan tugas praktek selama di ruang IGD RS Wijaya Kusuma Purwokerto kepada
pembimbing keperawatan kritis dasar, Ibu Munjiati, S.Kep Ns
3. Sebagai
laporan tugas praktek selama di ruang ICU RS Wijaya Kusuma Purwokerto kepada
pembimbing ruang, Bapak Margi T Santoso, AMK
4.
Menambah informasi bagi penulis dan
pembaca tentang penyakit gagal jantung kronis ( CHF ).
C.
Metode
Penulisan
Metode penulisan laporan
ini penulis menggunakan metode pustaka dan mengambil dari berbagai sumber.
Dengan metode penulisan seperti ini, penulis dapat menggabungkan berbagai
materi dari berbagai sumber, antara lain buku-buku keperawatan dan penyakit,
artikel-artikel, serta bahan-bahan pendukung yang lain.
BAB II
ISI
A. PENGERTIAN
Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk
memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan
terhadap nutrien dan oksigen. Mekanisme yang mendasar tentang gagal jantung termasuk kerusakan sifat
kontraktil dari jantung, yang mengarah pada curah jantung kurang dari normal.
Kondisi umum yang mendasari termasuk aterosklerosis, hipertensi atrial, dan
penyakit inflamasi atau degeneratif otot jantung. Sejumlah faktor sistemik
dapat menunjang perkembangan dan keparahan dari gagal jantung. Peningkatan laju
metabolic (misalnya: demam, koma, tiroktoksikosis), hipoksia dan anemia
membutuhkan suatu peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen.
B. ETIOLOGI
Di negara – negara
berkembang , penyebab tersering adalah penyakit arteri koroner yang menimbulkan
infark miokard dan tidak berfungsinya miokardium (kardiomiopati iskemik).
Penyebab paling sering adalah kardiomiopati alkoholik, miokarditis viral
(termasuk infeksi HIV) dan kardiomiopati dilatasi tanpa penyebab pasti
(kardiomiopati idiopatik). Hipertensi tetap merupakan penyebab gagal jantung
kongestif yang penting. Selain itu penyakit katup jantung juga merupakan
penyebab gagal jantung, namun saat ini agak jarang penyakit katup jantung menyebabkan
gagal jantung. Stenosis aorta
masih tetap merupakan penyebab yang sering dan dapat diperbaiki.
C. PATOFISIOLOGI
Jika terjadi
gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi baik pada jantung dan secara
sistemik. Jika stroke volume kedua ventrikel berkurang oleh karena penekanan
kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat, maka volume dan tekanan
pada akhir diastolik dalam kedua ruang jantung akan meningkat. Ini akan
meningkatkan panjang serabut miokardium akhir diastolik, menimbulkan waktu sistolik
menjadi singkat. Jika kondisi ini berlangsung lama, terjadi dilatasi ventrikel
. Cardiac output pada saat istirahat masih bisa baik tapi, tapi peningkatan
tekanan diastolik yang berlangsung lama /kronik akan dijalarkan ke kedua atrium
dan sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sitemik. Akhirnya tekanan kapiler akan
meningkat yang akan menyebabkan transudasi cairan dan timbul edema paru atau
edema sistemik.penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan
penurunan tekanan arterial atau penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi
beberapa sistem saraf dan humoral. Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis
akan memacu kontraksi miokardium, frekuensi denyut jantung dan vena ; perubahan
yang terkhir ini akan meningkatkan volume darah sentral.yang selanjutnya
meningkatkan preload. Meskipun adaptasi – adaptasi ini dirancang untuk
meningkatkan cardiac output, adaptasi itu sendiri dapat mengganggu tubuh. Oleh
karena itu , takikardi dan peningkatan kontraktilitas miokardium dapat memacu
terjadinya iskemia pada pasien – pasien dengan penyakit arteri koroner
sebelumnya dan peningkatan preload dapat memperburuk kongesti pulmoner.
Aktivasi
sitem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi perifer ;adaptasi ini
dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ – organ vital, tetapi jika
aktivasi ini sangat meningkatmalah akan menurunkan aliran ke ginjal dan
jaringan. Resitensi vaskuler perifer dapat juga merupakan determinan utama
afterload ventrikel, sehingga aktivitas simpatis berlebihan dapat meningkatkan fungsi
jantung itu sendiri. Salah satu efek penting penurunan cardiac output adalah
penurunan aliran darah ginjal dan penurunan kecepatan filtrasi glomerolus, yang
akan menimbulkan retensi sodium dan cairan. Sitem rennin – angiotensin -
aldosteron juga akan teraktivasi, menimbulkan peningkatan resitensi vaskuler
perifer selanjutnta dan penigkatan afterload ventrikel kiri sebagaimana retensi
sodium dan cairan. Gagal jantung berhubungan dengan peningkatan kadar arginin
vasopresin dalam sirkulasi yang meningkat, yang juga bersifat vasokontriktor
dan penghambat ekskresi cairan. Pada gagal jantung terjadi peningkatan peptida
natriuretik atrial akibat peningkatan tekanan atrium, yang menunjukan bahwa
disini terjadi resistensi terhadap efek natriuretik dan vasodilator.
Secara ringkas dapat dilihat pada
bagan berikut:
Presipitasi
Peningkatan regangan miokard
↓
Hipertropi
↓
Penurunan kontraksi jantung
Pe↑an tekanan pengisisn ventrikel ↓
penurunan kardiak output
Pe↑an proload ↓
neurohormonal bekerja Pe↑an afterload
retensi cairan dan Na vasokontriksi
pembuluh darah
D.
KLASIFIKASI GAGAL JANTUNG
Ø Kelas I :
bila pasien dapat melakukan aktifitas berat tanpa keluhan
Ø Kelas II : bila pasien tidak dapat melakukan
aktifitas lebih berat atau aktifitas sehari-hari
Ø Kelas III : bila pasien tidak dapat melakukan
aktifitas sehari-hari tanpa keluhan
Ø Kelas IV ; bila pasien sama sekali tidak dapat
melakukan aktifitas apapun dan harus tirah baring
E.
MANIFESTASI KLINIK
1. Peningkatan volume
intravaskular (gambaran dominan)
2. kongesti jaringan
3. peningkatan desakan
vena pulmonal (edema pulmonal) ditandai oleh batuk dan sesak nafas.
4. peningkatan desakan
vena sistemik seperti yang terlihat pada edema perifer umum dan penambahan
berat badan.
5.
penurunan
curah jantung dengan disertai pening, kekacauan mental, keletihan, intoleransi
jantung terhadap latihan, ekstremitas dingin dan oliguria.
Criteria mayor
gagal jantung:
§
dipsnea
noktural paroksismal atau orthopnea
§
peningkatan
tekanan vena jugularis
§
ronkhi
basah dan nyaring
§
kardiomegali
§
edema paru
akut
§
irama S3
§
peningkatan
tekanan vena
§
refluk
hepatojugular
Criteria minor:
§
edema
pergelangan kaki
§
batuk
malam hari
§
dipsnea
de’effort
§
hepatomegali
§
effuse
pleura
§
takikardia
F. PEMERIKSAAN
PENUNJANG
1.
hitung
darah dapat menunjukan anemia , merupakan suatu penyebab gagal jantung output
tinggi dan sebagai faktor eksaserbasi untuk bentuk disfunsi jantung lainnya
2.
pemeriksaan
biokimia untuk menunjukan insufiensi ginjal
3.
tes fungsi
ginjal untuk menentukan apakah gagal jantung ini berkaitan dengan azotemia
prerenal
4. pemeriksaan
elektrolit untuk mengungkap aktivitas neuroendokrin
5. fungsi tiroid pada
pasien usia lanjut harus dinilai untuk mendeteksi tirotoksikosis atau
mieksedema tersembunyi
6.
pemeriksaan
EKG
7.
Radiografi
dada
8. Angiografi
radionuklir mengukur fraksi ejeksi ventrikel kiri dan memungkinkan analisis
gerakan dinding regional
9.
kateterisasi
jantung untuk menentukan penyakit arteri koroner sekaligus luas yang terkena.
G. KOMPLIKASI
1.
kematian
2.
edema
pulmoner akut
H. PENATALAKSANAAN
1.
Koreksi
sebab – sebab yang dapt diperbaiki , penyebab – penyebab utama yang dapt
diperbaiki adalah lesi katup jantung, iskemia miokard, aritmia, depresi
miokardium diinduksi alcohol, pirau intrakrdial dan keadaan output tinggi.
2.
Diet dan aktivitas, pasien – pasien sebaiknya
membatasi garam (2 gr natrium atau 5 gr garam). Pada
gagal jantung berat dengan pembatasan aktifitas, tetapi bila pasien stabil
dianjurkan peningkatan aktifitas secara teratur
3.
Terapi
diuretic
4. penggunaan penghambat
sistem rennin – angiotensin – aldosteron
5.
Terapi beta
blocker
6.
terapi
glikosida digitalis
7.
terapi
vasodilator
8.
Obat
inotropik positif generasi baru
9.
Penghambat
kanal kalsium
10.
Atikoagulan
11.
Terapi
antiaritmia
12.
Revaskularisasi
koroner
13.
Transplantasi
jantung
14.
Kardoimioplasti
I.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1.
Penurunan
kardiak output b.d. infark miokardium
2.
Intoleransi
aktifitas b.d. ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan O2
3.
Pola nafas
tidak efektif b.d. kelemahan
4.
Kelebihan
volume cairan b.d. gangguan mekanisme regulasi
5.
resiko
infeksi b.d. tindakan invasive
6.
Kurang
pengetahuan tentang penyakit gagal jantung b.d. kurangnya sumber informasi.
J.
Rencana Keperawatan
No
|
Diagnosa
|
Tujuan/KH
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Penurunan
kardiak output b.d infark miokardium
|
NOC:
Setelah
dilakukan intervensi keperawatan pada klien selama 5x24 jam
-
Klien
dapat memiliki pompa jantung efektif,
-
status sirkulasi, perfusi jaringan &
status tanda vital yang normal.
Kriteria
Hasil:
-
menunjukkan
kardiak output adekuat yang ditunjukkan dg TD, nadi, ritme normal, nadi
perifer kuat, melakukan aktivitas tanpa dipsnea dan nyeri
- bebas dari efek
samping obat yang digunakan
|
Cardiac care:
akut
-
Evaluasi
adanya nyeri dada
-
Auskultasi
suara jantung
-
Evaluasi
adanya krackels
-
Monitor
status neurology
-
Monitor
intake/output, urine output
- Ciptakan
lingkungan yang kondusif untuk istirahat
cirkulatory
care;
- evaluasi nadi
dan edema perifer
- monitor kulit
dan ekstrimitas
- monitor
tanda-tanda vital
- pindah posisi
klien setiap 2 jam jika diperlukan
- ajarkan ROM
selama bedrest
- monitor
pemenuhan cairan
|
-
Adanya
nyeri menunjukkan ketidakadekuatan suplai darah ke jantung
- Masih adanya
irama gallop, krackels, takikardi mengindikasikan gagal jantung
- Gangguan dalan
SSP mungkin berhubungan dengan penurunan curah jantung
- Pengeluaran
urine kurang dari 30 ml/jam menunjukkan ↓curah jantung
- Munculnya tanda
gagal jantung, menunjukkan ↓kardiak output
|
2
|
Intoleransi
aktivitas B.d ketidakseimbangan suplai & kebutuhan O2
|
Klien dapat menoleransi aktivitas & melakukan ADL dgn baik
Kriteria
Hasil:
·
Berpartisipasi
dalam aktivitas fisik dgn TD, HR, RR yang sesuai
· Warna kulit
normal,hangat&kering
· Memverbalisasikan
pentingnya aktivitas secara bertahap
·
Mengekspresikan
pengertian pentingnya keseimbangan latihan & istirahat
·
↑toleransi
aktivitas
|
1.
Menentukan penyebab intoleransi
aktivitas&menentukan apakah penyebab dari fisik, psikis/motivasi
2.
Kaji kesesuaian aktivitas&istirahat klien
sehari-hari
3.
↑ aktivitas secara bertahap, biarkan klien
berpartisipasi dapat perubahan posisi, berpindah&perawatan diri
4.
Pastikan klien mengubah posisi secara bertahap. Monitor
gejala intoleransi aktivitas
5. Ketika membantu klien berdiri,
observasi gejala intoleransi spt mual, pucat, pusing, gangguan
kesadaran&tanda vital
6.
Lakukan latihan ROM jika klien tidak dapat menoleransi
aktivitas
|
Menentukan penyebab dapat membantu menentukan intoleransi
Terlalu lama bedrest dapat memberi kontribusi pada intoleransi aktivitas
Peningkatan aktivitas membantu mempertahankan kekuatan otot, tonus
Bedrest dalam
posisi supinasi menyebabkan volume plasma→hipotensi postural & syncope
TV
& HR respon terhadap ortostatis sangat beragam
Ketidakaktifan
berkontribusi terhadap kekuatan otot & struktur sendi
|
3
|
Pola
nafas tidak efektif b.d. kelemahan
|
NOC:
Setelah
dilakukan asuhan keperawatan selama 5x 24 jam, pola nafas pasien menjadi efektif.
Criteria
hasil:
· menunjukkan pola nafas yang efektif
tanpa adanya sesak nafas
|
Respiratory
monitoring:
-
monitor
rata-rata irama, kedalaman dan usaha untuk bernafas.
- Catat gerakan
dada, lihat kesimetrisan, penggunaan otot Bantu dan retraksi dinding dada.
- Monitor suara
nafas
- Monitor
kelemahan otot diafragma
- Catat omset,
karakteristik dan durasi batuk
- Catat hail foto
rontgen
|
Mengetahui keefektifan pernafasan
Untuk mengetahui penggunaan otot bantu pernafasan
Mengetahui penyebab nafas tidak efektif
|
4
|
Kelebihan
volume cairan b.d. gangguan mekanisme regulasi
|
NOC:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5
haripasien mengalami keseimbangan cairan dan elektrolit.
Kriteria hasil:
- Bebas dari edema
anasarka, efusi
- Suara paru
bersih
- Co, tanda vital dalam batas normal
|
Fluit manajemen:
- Monitor status hidrasi 9kelembaban
membran mukosa, nadi adekuat)
- Monitor tnada vital
- Monitor adanya indikasi
overload/retraksi
- Kaji daerah edema jika ada
Fluit monitoring:
- Monitor intake/output cairan
- Monitor serum albumin dan protein
total
- Monitor RR, HR
- Monitor turgor kulit dan adanya
kehausan
- Monitor warna,
kualitas dan BJ urine
|
|
5
|
Resiko
infeksi b.d. tindakan invasive
|
NOC:
Kontrol infeksi dan kontrol resiko, setelah
diberikan perawatan selama 3x24 jam tidak terjadi infeksi sekunder dg:
Indikator:
Ø Bebas dari
tanda-tanda infeksi
Ø Angka
leukosit normal
Ø Ps mengatakan tahu tentang tanda-tanda dan gejala infeksi
|
NIC: Perawatan luka (incision site care)
Aktifitas:
1.Amati luka
dari tanda2 infeksi (flebitis)
2.Lakukan
perawatan area insersi dengan tehnik aseptic dan gunakan kassa steril untuk
merawat dan menutup luka
3.Anjurkan pada
ps untuk melaporkan dan mengenali tanda-tanda infeksi
4.Kelola th/
sesuai program
NIC: proteksi infeksi:
1. monitor tanda dan gejala
infeksi
2. Pantau hasil
laboratorium
3. Amati faktor-faktor yang
bisa meningkatkan infeksi
4. monitor VS
NIC: Kontrol infeksi
1.Ajarkan tehnik mencuci tangan
2.Ajarkan tanda-tanda infeksi
3.instruksikan pada
dokter bila ada tanda infeksi
NIC: Kontrol infeksi
Aktifitas:
1.
Batasi pengunjung
2.
Cuci tangan sebelum dan sesudah merawat ps
3.
Tingkatkan masukan gizi yang cukup
4.
Anjurkan istirahat cukup
5.
Pastikan penanganan aseptic daerah IV
6.
Berikan PEN-KES
tentang risk infeksi
|
Daerah ini merupakan port de entry kuman
1. Penanda
proses infeksi
2. Menghindari
infeksi
3. Mencegah
infeksi
4. Mempercepat
penyembuhan
Proteksi diri dari infeksi
1. Mencegah
infeksi sekunder
2. Mencegah
INOS
3. Meningkatkan
daya tahan tubuh
4. Membantu
relaksasi dan membantu proteksi infeksi
5. Mencegah
tjdnya infeksi
6. Meningkatkan
pengetahuan ps
|
6
|
Kurang
pengetahuan tentang penyakit dan pengobatannya b.d. kurangnya sumber
informasi
|
NOC: Pengetahuan tentang penyakit, setelah diberikan penjelasan selama 2 x pasien mengerti proses penyakitnya dan Program perawatan serta Therapi yg diberikan dg:
Indikator:
Pasien
mampu:
Ø
Menjelaskan kembali
tentang penyakit,
Ø
Mengenal kebutuhan
perawatan dan pengobatan tanpa cemas
|
NIC: Pengetahuan penyakit
Aktifitas:
1. Kaji
pengetahuan klien tentang penyakitnya
2. Jelaskan tentang proses penyakit (tanda dan gejala), identifikasi
kemungkinan penyebab. Jelaskan kondisi tentangklien
3. Jelaskan tentang program pengobatan dan alternatif pengobantan
4. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin digunakan untuk mencegah komplikasi
5. Diskusikan
tentang terapi dan pilihannya
6. Eksplorasi
kemungkinan sumber yang bisa digunakan/ mendukung
7. instruksikan
kapan harus ke pelayanan
8. Tanyakan
kembali pengetahuan klien tentang penyakit, prosedur perawatan dan pengobatan
|
1. Mempermudah dalam memberikan penjelasan pada klien
2. Meningkatan pengetahuan dan mengurangi cemas
3.
Mempermudah intervensi
4.
Mencegah keparahan penyakit
5.
Memberi gambaran tentang pilihan terapi
yang bisa digunakan
6.
Membantu proses penyembuhan
7.
Mencegah kekambuhan kembali
8.
Mereviw
|
DAFTAR PUSTAKA
Brunner
& Suddarth, 2002, Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 volume 3, EGC, Jakarta
Haryani dan Siswandi, 2004, Nursing Diagnosis: A Guide To Planning Care, available at: www.Us.Elsevierhealth.com
Jong, W,
1997, Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC
Jakarta
McCloskey, 1996, Nursing Interventions Classification (NIC),
Mosby, USA
Ralph & Rosenberg, 2003, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2005-2006, Philadelphia USA
Djammudin,
Sahrul.2009. Askep Gangguan system
Kardiovaskular. Available at:
0 comments:
Post a Comment